![]() |
Giat literasi di Indonesia semakin terasa setelah pemerintah mencanangkan Gerakan Literasi Nasional (GLN) dan mengimplementasikannya di sekolah dengan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Gerakan ini bermula dari keprihatinan akan rendahnya kemampuan literasi siswa Indonesia yang tercermin dalam beberapa hasil tes berstandar internasional. Dengan gerakan ini diharapkan pada akhirnya dapat mendongkrak kemampuan literasi siswa secara khusus, maupun masyarakat Indonesia secara umum.
Masyarakat yang memiliki tingkat
literasi yang baik tentunya akan menjadi kunci penentu kualitas
bangsa. Dalam era globalisasi ini, banyak tantangan yang harus dihadapi. Yang
paling nyata, pesatnya perkembangan teknologi dan komunikasi perlu diimbangi
dengan kecakapan mengolah informasi. Salah satu jalan untuk mengasah kecakapan
tersebut adalah melalui kegiatan literasi, terkhusus keterampilan membaca.
Gerakan LIterasi Nasional (GLN) akan
menjadi timpang ketika hanya pemerintah dan sekolah yang bertindak. Kunci utama
keberhasilan GLN sebenarnya terletak pada keluarga. Keluarga dapat
berkontribusi dengan membangun budaya baca. Beberapa langkah berikut dapat
dijadikan acuan untuk mewujudkannya.
1. Menjadi pribadi yang gemar membaca
Banyak tokoh besar
yang tumbuh dengan kebiasaan membaca, sebut saja (alm) Presiden Abdurraham Wahid, (alm)
Presiden B.J. Habibie, serta Wakil Presiden Jusuf Kala. Tak ketinggalan,
nama-nama seperti Dian Sastrowardoyo, Maudy Ayunda, Andi F. Noya dan Najwa
Shihab juga menjadi tokoh terdepan dalam hal kecintaan membaca. Banyak alasan mengapa mereka
gemar membaca, salah satunya seperti yang diungkapkan oleh Dewi Lestari,
penulis serial best seller Supernova, “Membaca adalah guru terbaik dalam
hidupku, karena dengan membaca aku mengerti banyak hal dan dengan membaca aku
mampu melihat sisi lain dari dunia ini.”

Pertanyaannya,
apakah kita mau berkomitmen untuk menjadi pribadi yang gemar membaca?
2. Jadikan buku sebagai investasi
Tak berlebihan
rasanya jika Walt Disney, tokoh yang banyak berperan dalam cerita anak,
mengatakan “Ada lebih banyak harta di dalam buku daripada yang didapat perampok
dari Pulau Harta.” Berbicara tentang buku sebenarnya berbicara tentang sebuah
investasi, karena dalam buku terkandung informasi maupun nilai-nilai kehidupan
yang dapat menjadi bekal bagi pembaca dalam menghadapi kehidupan.
Salah satu tokoh
pendidikan dari Inggris, Charlotte Mason, secara khusus mendorong orang tua
untuk memilihkan buku-buku yang bermutu bagi anak-anak. Mason
memperkenalkan konsep living books untuk menyebut buku-buku
berkualitas yang menyimpan nilai-nilai moral yang dirancang oleh penulisnya.
Buku-buku karangan Beatrix Potter, Hans Christian Andersen, Lucy M. Montgomery,
C. S. Lewis, Charles Dickens, Mark Twain dan Lewis Carroll termasuk dalam deretan
pustaka yang disarankan oleh Mason. Buku-buku tersebut memiliki kapasitas untuk
menggugah potensi, termasuk moral dan karakter anak.
Dengan
perkembangan teknologi yang ada, kita bisa memilih buku dalam versi cetak
maupun elektronik. Kita juga bisa memperoleh referensi tentang isi buku dari
resensi yang dibagi tidak hanya di media cetak, namun melalui kanal-kanal media
sosial yang terhubung dalam dunia maya. Kita juga mendapat kemudahan membeli untuk
buku melalui toko buku online maupun offline.
Pertanyaannya
adalah apakah kita mau mengagihkan sebagian keuangan kita untuk membeli
buku-buku yang berkualitas bagi keluarga?
3. Ciptakan perpustakaan keluarga
Ketika mulai berkomiten membangun keluarga,
ruang perpustakaan menjadi salah satu impian yang akan kami wujudkan bersama.
Bisa ditebak (atau dibaca dalam beberapa unggahan sebelumnya) bahwa buku
memiliki peran yang istimewa dalam kisah kasih keluarga kami. Dan kini,
perpustakaan itu telah mulai terwujud dan menjadi salah satu tempat
favorit kami. Ungkapan Desiderius Erasmus, “Your library is your paradise”
menjadi salah satu hal yang kami yakini. Rupa-rupanya berada diantara kumpulan
buku-buku dapat mencipta ketenangan dan kesukaan tersendiri, layaknya kita berada di ‘surga’. Hal ini juga yang diungkapkan oleh J.
K. Rowling melalui tokoh ciptaannya yang gemar membaca, Hermione yang
mengatakan kalau kita sedang ragu kita bisa mengunjungi
perpustakaan. Perasaan ini tentu saja bukan muncul secara tiba-tiba.
Kecintaan dan kelekatan terhadap buku perlu
dibiasakan, perlu diusahakan. Menciptakan perpustakaan adalah salah satu upaya
untuk membentuk budaya itu. Perpustakaan keluarga bisa diawali dengan sebuah
rak kecil berisi koleksi buku-buku yang diatur sedemikian rupa sampai dengan
sebuah ruang yang memang khusus diciptakan untuk perpustakaan.
Pertanyaannya
sekarang adalah, apakah kita mau menempatkan perpustakaan sebagai salah satu
prioritas dalam rumah kita?
4. Kunjungi perpustakaan
Keterbatasan bahan
bacaan sekarang bukan menjadi persoalan. Kita dapat mengajak anggota keluarga,
terkhusus anak-anak, untuk mengunjungi perpustakaan. Jika perpustakaan sekolah
dibatasi waktu, kita masih memiliki pilihan lain. Perpustakaan daerah sekarang
berkembang pesat. Bukan hanya buku-buku saja yang disediakan. Untuk anak-anak,
disediakan pula berbagi alat permainan edukatif (APE). Selain itu,
perpustakaan juga memfasilitasi berbagai kegiatan menarik, seperti pemutaran
film keluarga, lomba-lomba terkait literasi, pameran dan bazaar. Selain
perpustakaan daerah, kini telah bermunculan pula berbagai taman bacaan
masyarakat (TBM) baik yang dikelola oleh perorangan, rumah ibadah, maupun
komunitas.
Pembiasaan
mengunjungi perpustakaan selain sebagai bentuk waktu berkualitas bersama (quality time), sekaligus akan menciptakan kesan bahwa buku dapat menjadi sarana
untuk bertemu dengan komunitas yang lebih luas. Tak menutup kemungkinan bahwa
perpustakaan dapat menjadi tempat ‘nongkrong’ yang mengasyikkan. Peran
perpustakaan tak perlu lagi kita ragukan. Sidney Sheldon secara apik mengatakan
bahwa perpustakaan membuka jendela ke dunia dan menginspirasi kita untuk
mengeksplorasi dan mencapai, dan berkontribusi untuk meningkatkan kualitas
hidup kita
Dengan melihat
potensi yang ada, pertanyaannya adalah apakah kita bersedia mengagendakan waktu
untuk mengunjungi perpustakaan itu bersama keluarga?
5. Membicarakan buku
Komunikasi adalah
hal yang sangat vital dalam membangun budaya membaca dalam keluarga.
Membicarakan buku dapat diawali dengan membacakan buku bagi anak-anak.
Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah meluncurkan
Gerakan Nasional Orang Tua Membacakan Buku (Gernas Baku) pada tahun 2018.
Gerakan ini adalah salah satu upaya untuk meningkatkan peran serta orang tua
dalam membangun budaya literasi keluarga, terkhusus bagi anak-anak usia dini
yang belum bisa membaca.
Masih terekam
dalam ingatan bagaimana ibu kerap kali membacakan
buku atau mendongeng sebelum saya tertidur. Hal itu menjadi momen yang sangat
mengesankan dan menginspirasi saya untuk melanjutkan warisan literasi keluarga
ini kepada anak saya. Hampir setiap malam, membaca buku adalah ritual yang
mengatarkannya tidur menuju peraduan.
Buku juga
berpotesi untuk menjadi bahan disukusi antara oran tua dan anak. Bill Gates
bahkan mengatakan bahwa salah satu hal yang dibiasakan oleh orang tuanya adalah
melibatkannya dalam diskusi-diskusi bersama. Salah satu topik yang dibahas
adalah tentang buku. Dengan pengalaman yang masih terbatas, saya sendiri
terkadang merasa takjub akan berbagai hal yang bisa dibicarakan ketika kami
membuka buku bersama.
Jadi
pertanyaannya, maukah kita menjadikan buku sebagai salah satu topik
pembicaraan kita dalam keluarga?
Membangun budaya membaca memang tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Kita membutuhkan usaha, komitmen dan konsistensi
yang perlu terus dijaga nyalanya. Dan sebagai pribadi, orang tua, bagian dari
keluarga, kita sungguh berperan penting di dalamnya. GLS akan menjadi timpang ketika
keluarga tidak memberikan dukungan. Dengan sinergi dari semua pihak, gerakan literasi
akan menjadi sukses.
Dengan mematutkan diri menjadi seorang pribadi yang gemar membaca, menjadikan
buku sebagai investasi, membangun perpustakaan keluarga, mengunjungi
perpustakaan serta membicarakan buku, kita berjibaku untuk mewujudkan keluarga
yang literat, berbudaya baca. Pada akhirnya keluarga-keluarga Indonesia,
bersama-sama, memercikkan asa untuk mewujudkan generasi masa depan yang
berkualitas.
Selamat merenungkan dan menjawab pertanyaan yang terlontar. Selamat terus melangkah. Selamat membangun keluarga yang
berbudaya baca. Selamat mencipta pemimpin yang gemar membaca. Salam Literasi.
Bacaan lanjutan tentang living books:
Kristi, Ellen. (2016) Cinta yang Berpikir Sebuah Manual Pendidikan
Karakter Charlotte Mason. Semarang: Ein Institute.
Link quote tokoh:
http://tiny.cc/a9tdaz (Bill
Gates)
http://tiny.cc/o6tdaz (Dewi
Lestari)
http://tiny.cc/d8tdaz (Desiderius
Erasmus)
http://tiny.cc/uxt8cz (J.K.
Rowling)
http://tiny.cc/kaudaz (Sidney
Sheldon)
http://tiny.cc/zbudaz (Walt Disney)
Aaaaaaa. . Bu guru. . Kereeeen. . Keep inspiring 😍
BalasHapusTerima kasih,Pak Guru ����
BalasHapusLuar biasa kelg Bp/ ibu Sri Bangun Wismono
BalasHapusHari- hari begini harus digiring anak2 utk suka membaca...like
Terima Kasih Bu :)
HapusMenguatkan literasi bersama