Rabu, 23 Juli 2014

Waiting for Our Little One!


Happy Pregnancy Diary, buku ini yang menjadi salah satu bacaanku beberapa bulan terakhir. Kisah dua orang ibu, kakak beradik dalam menghadapi hari-hari mereka sepanjang kehamilan anak mereka yang pertama. Bahasanya ringan, ditambah ilustrasi gambar yang kocak membuatnya enak untuk kujadikan bacaan ringan sembari melewati hari-hariku yang tak lagi sama. Wow, I’m pregnant!

Awalnya aku masih seperti tidak percaya. Logikaku terlalu bermain. Meski hampir semua pasangan yang telah menikah mengharapkan kehadiran anak dalam rumah tangganya, aku tak menyangka berkat itu akan hadir dalam hidupku, secepat itu. It’s just amazing. 

Akhir Desember, tepatnya natal, kami mencermati hasil test pack yang menunjukkan dua garis merah cukup jelas. Kami bersukacita dan menyimpan pengharapan itu, meski belum yakin benar akan kebenarannya. Kepada ibuku aku menceritakannya dan beliau berpesan untuk tidak terlalu terburu-buru, supaya tidak ‘gelo’ atau kecewa kalau ternyata itu salah. Meski demikian beliau berpesan agar tetap menjaga diri dan berhati-hati. Uniknya, ketika aku menunjukkan hasil test pack itu, ibu malah bingung itu apa. Maklum pada masa beliau tidak model memeriksa kehamilan dengan alat semacam itu. Kalau mau tahu ya harus ke dokter, tes darah atau urine. Maka surprise itu sedikit harus kujelaskan. :)
 
Pertengahan Januari kami mengunjungi bidan tempatku dulu minta imunisasi TT sebelum menikah. Melihat hasil test pack tersebut beliau mengatakan kalau itu sudah positif. Aku masih belum 100% mempercayainya. Tapi vitamin kumakan dan saran beliau kuturuti.

Gejala yang mulai kurasakan pertama kali muncul ketika berada di dalam mobil seorang teman menuju lokasi Natal bersama keluarga besar sekolah tempatku mengajar. Biasanya aku tidak masalah dengan AC mobil, namun tidak dengan hari itu. Kepalaku terasa pening dan pusing, lalu keluarlah keringat dingin. Temanku yang memergoki keteleranku langsung menggodaiku, “Wah, tanda-tanda ini.” Syukurlah aku bisa kuat hingga akhir acara. Tidak ada muntah, hanya butuh beberapa waktu untuk mengembalikan kondisi setelah turun dari mobil.

Setelah beberapa kali mencoba mengunjungi dokter kandungan dan tidak cocok dengan jadwal, awal bulan Februari kami bertemu dengan salah satu dokter itu. It was unforgetable moment. Ketika untuk pertama kalinya kami melihat makhluk kecil di dalam rahimku melalui layar USG. Perasaanku tak terlukiskan. Kulihat suamiku juga menunjukkan ekspresi yang tak terdeskripsikan. Kulihat binar di wajahnya, oh bahagianya. Si kecil sudah berusia 11 minggu. I was totally convinced.

Satu lagi pengalaman hidupku yang membuktikan kasih setia Tuhan untukku. Aku harus mengakui bahwa sometimes I underestimate God, my Creator. Namun dalam karya nyata-Nya yang Dia tunjukkan dalam rentang waktu hidupku, Dia telah meyakinkanku. Termasuk dalam hal ini, aku sungguh sangat bersyukur. Siapakah aku ini Tuhan hingga Engkau sedemikian mengasihiku dan mengijinkanku untuk merasakan salah satu anugerah indahmu, mengandung dan mengantarkan satu ciptaaanMu ke dalam dunia? Kuasa-Nya nyata, mengalahkan logikaku yang cenderung dominan.

Hari-hari pun kujalani dengan semaksimal yang kubisa. Kami meyakini Tuhan telah memilihkan waktu yang tepat untuk kami, bahkan menyesuaikan dengan kondisi pekerjaanku sebagai guru. Sebagai pengampu salah satu mapel yang diujikan secara nasional, sudah menjadi agenda tahunan jika kegiatan di semester pertama akan cukup padat. Selain jadwal reguler juga ada tambahan pelajaran untuk kelas 9 ditambah kegiatan ekstra kurikuler. Sementara kehamilanku dimulai pada akhir semester 1 dan kegiatan di semester 2 sudah lebih ringan. Aku yakin seandainyapun kehamilanku di semester 1 Tuhan pasti juga akan memberikanku kekuatan yang cukup, tapi diberikan privilege ini juga berkat yang wajib aku syukuri dan nikmati. Praise the Lord!

Morning sickness yang menjadi ciri khas wanita hamil juga sedikit banyak aku alami. Memang perubahan itu pasti terjadi dan setiap wanita mengalami hal yang berbeda. Dalam kondisi normal, indra penciumanku memang tidak terlalu peka, namun di awal kehamilan dulu justru menjadi sangat peka. Aku cukup sensitif bila mencium bau masakan yang sedang dimasak, termasuk nasi, di waktu pagi hari. Maka sensasi mual itu kurasakan. Aku muntah tak lebih dari lima kali. Cukup bandel rupanya. Mengingat cerita ibu, beliaupun juga tidak mengalami muntah ketika hamil.  Selain mual, keluhan yang sering kualami di awal kehamilan adalah pusing sebelah, migrain. Hanya beberapa kali saja yang masuk kriteria berat. Mungkin itu juga dipengaruhi oleh meningkatnya kepekaan pencimuanku. Kini, penciumanku kembali seperti biasa, tidak terlalu tajam dan sakit kepala juga tidak kualami. Syukur kepada Allah!

Ngidam? Itu cukup sering ditanyakan. Namun jawabku akan sama, “Saya tidak ngidam ik.” Tidak ada makanan atau minuman tertentu yang rasanya ingin sekali kumakan. Semuanya biasa saja. Yang tidak biasa seingatku ketika awal-awal kehamilan adalah merasa eneg dengan daging, baik ayam maupun sapi, dalam potongan besar. Menanggapi hal ini, suamiku yang baik hatinya dengan senang hati menemaniku makan steak, sambil mencoba apakah aku doyan atau tidak. Not bad. Aku cukup menikmatinya, tidak se-eneg kalau makan daging yang diolah biasanya. Suamiku juga beberapa kali akan menanyakan mau makan apa seandainya tidak masak di rumah. Yang lebih membahagiakan adalah kesediaannya untuk memasak. How blessed I am. Ya, masakan rumah tetap nikmat dengan bumbu cintanya.

Kehamilan ini juga membuka banyak percakapan. Ketika tahu aku hamil maka percakapan akan mengalir begitu saja, terutama dari para ibu atau senior yang sudah pernah mengalami, baik di lingkungan sekolah maupaun di komunitas gereja. Tak jarang aku akan mendengar banyak kisah-kisah unik dan menarik yang mereka ceritakan. Sungguh pengalaman yang bisa kupetik dari setiap kisah itu, memperkaya diriku yang masih hijau dalam hal ini. Banyak juga doa dan harapan yang mereka panjatkan yang serta merta aku aminkan. Aku pun menimba banyak pengalaman dari teman-temanku yang sudah terlebih dahulu merasakan mengandung dan melahirkan.

Yang menarik adalah aku memiliki a pregnant partner. Kami hamil dalam waktu yang hampir sama. Dia adalah teman sekelasku dua tahun di SMU dan teman sefakultas selama kuliah. Dia menikah terlebih dahulu, sekitar tiga tahun dan saat ini kami tengah menantikan kelahiran anak kami yang pertama. Suami kami juga berprofesi sama dan beberapa minggu lalu kami bersama dalam kegiatan retreat. Beberapa kali kami saling  berbagi melalui pesan singkat ataupun telepon. How fun! :)

Berbagai kegiatan kucoba nikmati dan jalani senormal mungkin. Aku sempat menemani murid-muridku foto untuk katalog di taman kota, dalam kondisi gerimis dari siang hingga petang hari; menjadi panitia Ujian Nasional di sekolah; memperigati hari Kartini dengan bersanggul dan memakai kebaya; serta menemani murid-murid di acara kelulusan dimana aku sebagai wali kelas harus berjalan, along the red carpet, bersama dengan mereka menuju aula. It was fun. Satu hal lagi yang cukup menarik adalah mengikuti seminar kurikulum 2013 selama hampir seminggu. Sebagai peserta, sepertinya aku cukup terkenal. Pasalnya dengan kondisiku yang sedang special ini, orang akan mudah mengenaliku, apalagi dengan memakai ‘daster’ sebagai outfitnya. Naik turun tangga menjadi olah raga bagi kami selama beberapa hari tersebut karena ruangan dan lokasi makan serta toilet berjauhan, berada di lantai yang  berbeda. Aku menghayatinya bersama dengan calon anakku. Kami bekerja keras bersama, bahkan anakku sudah kenal dengan kurikulum yang baru saat dia masih dalam kandungan. How interesting! 

Dan kini, memasuki libur menjelang Lebaran, menuju masa cuti dan menunggu detik-detik kelahirannya adalah waktu yang penuh rasa. Tak ada kata yang cukup untuk menggambarkannya. Aku menikmati setiap saat yang tersisa; berjalan-jalan pagi bersama suami, mengelus perut dan menikmati sensasi gerakan bayiku di dalam sana yang kadang kencang dan sangat aktif, menikmati dan memperdengarkan musik instrumen klasik hasil browsing di internet, mengerjakan aktifitas sehari-hari sambil bercakap dengan si kecil yang masih belum melihat dunia ini, hingga berpose di depan kamera. I enjoy them all. Apa yang akan kuhadapi, belum kuketahui, apa dan bagaimana dan seterusnya, namun keyakinanku semua akan baik-baik saja. Tuhan akan memberikan semua yang kami butuhkan, baik secara fisik, psikologis, finansial dan semuanya. Terima kasih, o Tuhanku untuk kasih setia-Mu, untuk suami, keluarga dan orang-orang yang mengasihiku dan untuk hidupku ini. We are happily and faithfully waiting for our little one to come. :)




Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar