Selasa, 12 Agustus 2014

The Invitation and the Souvenir

1. The Invitation 
Konsep dasar undangan pernikahan kami adalah konsep surat. Salah satu penyaluran dari idealismeku, termasuk salah satu ayat favoritku, bahwa kita adalah suratan yang terbuka.

Serat Ulem 1
Undangan ini untuk hari H pemberkatan dan peneguhan nikah di gereja. Warnanya merah dengan gambar sepasang wayang Kamajaya-Kamaratih di depan, foto kami berdua di sudut kiri dalam serta denah lokasi dan puisi karya calon mempelai lak-laki di bagian belakang.

Masih kuingat ketika kami sore itu browsing contoh undangan yang berbahasa Jawa di internet kemudian menyusun desainnya. Untuk undangan ini kami menggambarkan  konsep hasil diskusi di secarik kertas. Proses selanjutnya diambil alih oleh panitia di gereja.

Serat Ulem 2
Meski mengusung konsep yang sama, namun penampilannya cukup berbeda. Boleh dibilang ini adalah undangan yang cukup narsis, mengingat ada 4 foto kami yang terpampang di sana. Dan ini adalah masterpiece dari adikku. Dari awal memang aku meminta kesediaannya untuk membuatkan dan dia mengiyakan. How lucky I am!

Konsep awalnya kubuat secara sederhana di word, lalu di depan komputer, adikku mendesain dan aku duduk di sana memberi masukan, ide dan komentar.
 
Background depan dan belakang berwarna dasar putih. Di halaman depan ada satu foto yang dimodifikasi seolah-olah sebagai perangko dengan stempel, “we’re getting married.” Di pojok kiri atas tertulis Serat Ulem dan di bawahnya tanggal pelaksanaan acara di rumah orang tuaku. 

Halaman dua dan tiga berkonsep seperti undangan pada umumnya, tentang identitas kami berdua beserta orang tua, tanggal pelaksanaan pemberkatan dan peneguhan pernikahan, serta tanggal pelaksanaan acara di rumah.  All are in Javanese. Dua foto kami yang diambil dengan setelan kebaya dan beskap. Nuansa hijau, hitam dan merah mendominasi halaman ini.

Halaman belakang berisi denah menuju lokasi yang diadaptasi adikku dari Google Map. Foto kami dipajang di sisi kiri dan kanan seolah sebagai bingkainya. Di bagian bawah aku menyisipkan kutipan dari Mother Teresa, “It’s not how much we do, but how much love we put in the doing. It's not how much we give but how much love we put into giving.” Selain belajar menghayati makna yang terkandung di dalam kalimat itu, sebuah unsur kesengajaan juga aku tambahkan. Unsur bahasa Inggris. Tidak menyangka sebelumnya bahwa undangan nikahku akan berbahasa Jawa. But, it was great!  
Proses desain adalah proses yang panjang dan berat. Aku tahu kerja keras adikku untuk membuatnya. Terima kasih untuk karya yang excellent, bro!

2. The Souvenir
PENSIL itu pilihan kami. Kami sama-sama menyukainya. Suamiku ternyata juga lebih suka menulis dengan pensil dibanding dengan pena. Sebenarnya kami menginginkan bentuk pensil yang segitiga seperti salah satu souvenir hotel yang kami jadikan referensi, namun kami mendapati hanya yang bulat. 

Yang tertera di sana nama, lokasi dan tanggal. Sebagai tambahan ucapan terima kasih, kutipan yang  lain dari Bunda Teresa kami sertakan, “Seumpama sebatang pensil di tangan Tuhan yang menuliskan surat cinta-Nya kepada dunia, demikianlah adanya kita.” Kutambahkan satu kalimat, “Bahagiaku menarikan bait-bait cinta itu bersamamu, kekasihku.”

Untuk souvenir yang di gereja, konsepnya juga sama namun kemasannya yang berbeda. Pensil itu terbungkus dalam kotak warna merah yang elegan. Nama kami berdua tercantum jelas di sana.

Ponsa Souvenir
Setelah survey beberapa kali di beberapa lokasi dengan beberapa keterbatasan yang ada, akhirnya kami memutuskan untuk memilih Ponsa sebagai tempat kami memesan souvenir dan mencetakkan undangan. Lokasi yang cukup dekat dan pemiliknya yang ramah menjadi alasannya. Aku mendapatkan nomor telpon dari souvenir yang kudapat dari reuni dengan teman-teman SMU.

Sang pemilik, Mbak Flo, yang ketika itu tengah hamil besar melayani permintaan kami, termasuk mencarikan pensil seperti yang kami inginkan. Menurut penuturannya, ini kali pertama membuat seperti yang kami minta. Meski hasil pensilnya tidak semulus contoh, kami tetap menyukainya.

Proses penyelesaiannya juga melalui tatap muka langsung dan juga melalui internet. Beberapa kali kami ke sana untuk mengecek dan mengambil pesanan. Dan di H-1 Mbak Flo dan salah satu teman prajabku datang ke rumah mengantar kekurangan souvenir sekaligus memberi souvenir dan hadiah bagi kami. Putranya juga sudah lahir beberapa waktu sebelumnya.

Jadi kesimpulannya masih sama, it was a great teamwork. Banyak pribadi yang terlibat dan menolong kami, termasuk mewujudkan idealisme dan ide-ide kami. Thanks all!

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar