Konsep dasar undangan pernikahan kami adalah konsep surat. Salah satu penyaluran dari idealismeku, termasuk salah satu ayat favoritku, bahwa kita adalah suratan yang terbuka.
Serat Ulem 1
Undangan ini untuk hari H pemberkatan dan peneguhan nikah di gereja.
Warnanya merah dengan gambar sepasang wayang Kamajaya-Kamaratih di depan, foto
kami berdua di sudut kiri dalam serta denah lokasi dan puisi karya calon
mempelai lak-laki di bagian belakang.
Masih kuingat ketika kami sore itu browsing
contoh undangan yang berbahasa Jawa di internet kemudian menyusun desainnya. Untuk
undangan ini kami menggambarkan konsep
hasil diskusi di secarik kertas. Proses selanjutnya diambil alih oleh panitia
di gereja.
Serat Ulem 2
Meski mengusung konsep yang sama, namun penampilannya cukup berbeda. Boleh
dibilang ini adalah undangan yang cukup narsis, mengingat ada 4 foto kami yang
terpampang di sana. Dan ini adalah masterpiece dari adikku. Dari awal memang
aku meminta kesediaannya untuk membuatkan dan dia mengiyakan. How lucky I am!
Konsep awalnya kubuat secara sederhana di word, lalu di depan komputer, adikku mendesain dan aku duduk di
sana memberi masukan, ide dan komentar.
Background depan dan belakang berwarna dasar putih. Di halaman
depan ada satu foto yang dimodifikasi seolah-olah sebagai perangko dengan
stempel, “we’re getting married.” Di
pojok kiri atas tertulis Serat Ulem dan di bawahnya tanggal pelaksanaan acara
di rumah orang tuaku.
Halaman dua dan tiga berkonsep seperti undangan pada umumnya, tentang
identitas kami berdua beserta orang tua, tanggal pelaksanaan pemberkatan dan
peneguhan pernikahan, serta tanggal pelaksanaan acara di rumah. All are
in Javanese. Dua foto kami yang diambil dengan setelan kebaya dan beskap. Nuansa
hijau, hitam dan merah mendominasi halaman ini.
Halaman belakang berisi denah menuju lokasi yang diadaptasi adikku dari
Google Map. Foto kami dipajang di sisi kiri dan kanan seolah sebagai
bingkainya. Di bagian bawah aku menyisipkan kutipan dari Mother Teresa, “It’s not how much we do, but how much love
we put in the doing. It's not how much we give but how much love we put into giving.” Selain belajar menghayati makna
yang terkandung di dalam kalimat itu, sebuah unsur kesengajaan juga aku
tambahkan. Unsur bahasa Inggris. Tidak menyangka sebelumnya bahwa undangan
nikahku akan berbahasa Jawa. But, it
was great!
Proses
desain adalah proses yang panjang dan berat. Aku tahu kerja keras adikku untuk
membuatnya. Terima kasih untuk karya yang excellent, bro!
2. The
Souvenir
PENSIL itu
pilihan kami. Kami sama-sama menyukainya. Suamiku ternyata juga lebih suka
menulis dengan pensil dibanding dengan pena. Sebenarnya kami menginginkan
bentuk pensil yang segitiga seperti salah satu souvenir hotel yang kami jadikan
referensi, namun kami mendapati hanya yang bulat.
Yang tertera di sana nama,
lokasi dan tanggal. Sebagai tambahan ucapan terima kasih, kutipan yang lain dari Bunda Teresa kami sertakan, “Seumpama
sebatang pensil di tangan Tuhan yang menuliskan surat cinta-Nya kepada dunia,
demikianlah adanya kita.” Kutambahkan satu kalimat, “Bahagiaku menarikan
bait-bait cinta itu bersamamu, kekasihku.”
Untuk souvenir yang di gereja, konsepnya juga sama namun kemasannya yang berbeda. Pensil itu terbungkus dalam kotak warna merah yang elegan. Nama kami berdua tercantum jelas di sana.
Ponsa
Souvenir
Setelah
survey beberapa kali di beberapa lokasi dengan beberapa keterbatasan yang ada, akhirnya
kami memutuskan untuk memilih Ponsa sebagai tempat kami memesan souvenir dan
mencetakkan undangan. Lokasi yang cukup dekat dan pemiliknya yang ramah menjadi
alasannya. Aku mendapatkan nomor telpon dari souvenir yang kudapat dari reuni
dengan teman-teman SMU.
Sang
pemilik, Mbak Flo, yang ketika itu tengah hamil besar melayani permintaan kami,
termasuk mencarikan pensil seperti yang kami inginkan. Menurut penuturannya,
ini kali pertama membuat seperti yang kami minta. Meski hasil pensilnya tidak
semulus contoh, kami tetap menyukainya.
Proses
penyelesaiannya juga melalui tatap muka langsung dan juga melalui internet.
Beberapa kali kami ke sana untuk mengecek dan mengambil pesanan. Dan di H-1
Mbak Flo dan salah satu teman prajabku datang ke rumah mengantar kekurangan
souvenir sekaligus memberi souvenir dan hadiah bagi kami. Putranya juga sudah
lahir beberapa waktu sebelumnya.
Jadi
kesimpulannya masih sama, it was a great teamwork. Banyak pribadi yang terlibat
dan menolong kami, termasuk mewujudkan idealisme dan ide-ide kami. Thanks all!
0 komentar:
Posting Komentar